[Curhat Cinta] Jangan Menghakimiku, Aku Mencintai Pria Beristri, Tapi...
Aku menyeruput tetasan terakhir cappuccino dingin yang kupesan. Aku buang cup-nya dan mataku menangkap sepasang kekasih bergandengan tangan. Tiba-tiba kuteringat bertahun-tahun lalu. Saat aku digandeng oleh sosok yang begitu memesona. Pintar, baik hati, walau wajahnya sih biasa saja. Kami saling mencintai dan dia pun berjanji akan menikah denganku.
Pertemuan kami berawal ketika di tempat kerjaku membuka lowongan untuk engineering lapangan. Itulah awal pertemuan kami. Kami sering terlibat dalam urusan pekerjaan bersama. Awalnya tidak ada getaran yang berarti. Mengalir begitu saja. Entah kapan rasa itu ada, tiba-tiba aku merasa senang untuk curhat dan bercerita soal apa saja dengannya. Lama-lama selain urusan pekerjaan, kami juga mulai olahraga bareng dan tak jarang pulang bersama.
Begitu seringnya kami bertemu setiap harinya tanpa disadari rasa yang muncul tanpa kami sadari berakibat tidak baik untuk dirinya dan diriku juga. Karena dia sudah mempunyai seorang istri yang cantik dan dua orang buah hati yang ceria dan sehat-sehat.
Pada suatu hari ia ditugaskan untuk pergi ke suatu daerah di luar kota. Dia berharap ada yang akan menemaninya untuk tugas luar kota. Dia mengajakku untuk ikut bersamanya. Aku awalnya keberatan karena aku mempunyai pekerjaan yang telah menumpuk beberapa hari belakang ini.
Namun setelah aku minta ijin pada manager area dengan alasan aku ada keperluan untuk pengobatan sehingga aku tidak masuk dalam tiga hari.
Dalam perjalanan itu aku hanya diam. Diam sambil berpikir mengapa aku harus ikut?
Tidak ada gunanya aku ikut karena yang akan bekerja hanya DIA. Tapi DIA terlihat santai dan sangat menikmati perjalanan dengan kereta.
Sepanjang perjalanan dia bercerita bagaimana pekerjaannya, anak-anaknya, sesekali kami diam menikmati pemandangan yang kami lewati. Sesampainya kota yang dituju kami melanjutkan perjalanan dengan ojek. Perjalanan yang cukup jauh. Tapi menyenangkan karena semuanya baru bagiku. Setelah menempuh perjalanan sekitar setengah jam dengan ojek, kami berhenti di sebuah komplek perumahan baru, rumah sederhana yang belum banyak penghuninya. Kami menuju salah satu rumah kosong yang seperti sudah pernah dihuni. Dia mengeluarkan kunci dan membuka pintu dan mempersilahkan aku untuk masuk. Aku masuk dengan banyak pertanyaan di kepala, rumah siapa ini?
Dia cuma tersenyum. "Nanti kuceritakan," katanya seperti membaca pikiranku.
Kami masuk rumah itu. Rumah itu nampak apik. Aku taruh ransel di salah satu kamar. Dia membersihkan bak mandi dan menghidupkan kran kemudian mempersilahkan aku untuk mandi duluan. Setelah aku selesai mandi, aku melihat dua bungkus nasi dan beberapa cemilan sudah ada di atas meja.
Tiga malam yang indah aku lalui bersamanya di sana. Hari-hari berikutnya hubungan kami semakin intens. hingga suatu hari ada telepon dari nomor yang tidak aku kenal.
Suatu sore saat aku di rumah, aku melihat mobil yang kukenal berhenti di depan pagar. Dia turun beserta dua anaknya. Aku merasa heran kenapa? Ada apa?
"Tolong jaga anakku, sebentar aku ada urusan nanti kita bicarakan lagi."
Tanpa menunggu aba-aba anak-anaknya mulai berlarian mengacak-ngacak rumah. Loncat-loncat di tempat tidur. Berlarian dari dapur sampai ruang tamu lagi. Anaknya yang laki-laki memasukkan jepit rambur ke salah satu lubang plug listrik. Ada setrumnya walaupun hanya sebelah. Aku cabut jepit rambut itu dan aku singkirkan. Anak perempuan mulai memencet dispenser sampai air menggenang di lantai. Ampyyyuuuuuunnn….
Akhirnya aku bujuk anak-anak itu dengan makanan yang memang aku punya banyak simpanan makanan. Aku ajak mereka makan terus minum minuman kaleng. Pesta kecil-kecilan kita. Setelah kenyang mereka pun tidur. Baru lima menit mereka tidur, pintu rumahku ada digedor dengan kencangnya.
Aku buka pintu, ada dua orang wanita yang aku tidak kenal. Satu berambut pendek, dan satu lagi berjilbab. Yang berambut pendek langsung menanyakan anak-anak itu. Aku bilang ini anak-anak lagi tidur. Yang berambut pendek langsung memberondongku dengan pertanyaan kamu punya hubungan apa dengan suamiku?!!??!
Aku hanya diam, tidak ada kata sepatah katapun yang aku keluarkan. Karena aku pikir kalau pun aku mengeluarkan pendapatku maka keadaan makin kacau.
Setelah perempuan itu puas mengeluarkan amarahnya padaku. Perempuan berambut pendek itu pun membangunkan anaknya untuk dibawa pulang.
Ketika perempuan-perempuan hendak pergi, mobil dia datang. Oh drama rumah tangga pun aku saksikan secara live. Tamparan keras melayang di pipi dia.
Aku tutup pintu rumah, karena aku pikir itu bukan wilayahku. Aku biarkan diriku dalam diam. Aku berusaha untuk tidak berpikir macam-macam. Malam itu dia meneleponku dan memintaku untuk menunggunya di sebuah toko di depan komplek. Aku datang.
Dia menceritakan bagaimana perkelahiannya dengan istrinya. Dan kalimat yang sungguh membuatku terkejut adalah, “aku tidak butuh dan tidak mau dengar bagaimana perasaan dengan datangnya istri saya ke rumah kamu, yang saya perlu jawaban kamu adalah kita bisa segera nikah atau tidak?”
Aku diam. Seandainya ada wanita lain yang akan tersakiti karena aku menikah, mungkin aku lebih baik tidak menikah.
Diamnya aku bukan karena tidak setuju. Aku mencintainya, tapi yang aku tidak bisa terima adalah memulai suatu rumah tangga dengan sebuah masalah, dan menginginkan suatu kebahagiaan dengan menyakiti perempuan lain itu bukanlah suatu kebahagiaan tapi sesuatu yang semu.
Akhirnya aku putuskan untuk tidak bertemu dengan dia lagi dan tidak menerima teleponnya lagi. Walaupun kabar buruk mengenai aku sudah tersebar kemana-mana. Aku terima. Mungkin itu pelajaran yang bagus untuk diriku sendiri.
No comments:
Post a Comment