Beda Cara Basuki dan Anies Tangani 'Misteri' Banjir Jakarta - TOGEL ONLINE TERPERCAYA

Breaking

Friday, January 3, 2020

Beda Cara Basuki dan Anies Tangani 'Misteri' Banjir Jakarta

Beda Cara Basuki dan Anies Tangani 'Misteri' Banjir Jakarta.

Hasil gambar untuk jokowi


Silang pendapat antara Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono soal banjir yang 'menyerbu' DKI Jakarta sejak malam tahun 2020 menjadi ramai diperbincangkan publik.
Anies tetap bersikukuh bahwa banjir di ibu kota kali ini bukan masalah pada upaya normalisasi sungai Ciliwung seperti yang dituduhkan oleh Basuki.
Menurut Anies, yang terdampak banjir pada tiga hari belakangan ini terjadi di berbagai wilayah, bukan yang sudah dinormalisasi saja. Pada kenyataannya, kata mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu, wilayah yang sudah ada normalisasi pun terkena banjir.
Daerah yang dimaksud Anies tersebut adalah Kampung Pulo, Kelurahan Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur.
Anies menegaskan banjir ibu kota dapat diselesaikan dengan pengendalian air di daerah hulu dengan membangun kolam retensi seperti embung, waduk atau dam. Dengan begitu, volume air yang bergerak ke arah hilir bisa dikontrol.
Menurut Anies, selama air dibiarkan dari selatan masuk ke Jakarta dan tidak ada pengendalian dari selatan, maka kebijakan apapun yang dilakukan di kawasan pesisir dan Jakarta tidak akan bisa mengendalikan airnya.
Sementara itu, Basuki menegaskan bahwa salah satu penyebab banjir di Jakarta karena 17 kilometer dari 33 kilometer kali Ciliwung belum dinormalisasi. Basuki menuding bahwa hal tersebut terjadi karena program normalisasi sungai Ciliwung tidak dilanjurkan.
Basuki membeberkan bahwa yang baru dinormalisasi oleh Gubenur DKI Jakarta selama ia menyusuri sungai Ciliwung baru 16 kilometer. Basuki kemudian mengeluhkan upaya normalisasi makin sulit karena lebar kali Ciliwung saat ini makin sempit.
Normalisasi Basuki dan Naturalisasi Anies
Sebelum terjadinya silang pendapat antara DKI 1 dan pembantu presiden Joko Widodo itu, Anies pernah 'pamer' program normalisasi sungai dalam mengatas banjir yang kemudian ia ubah menjadi program naturalisasi sungai.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI nomor 31 tahun 2019 tentang pembangunan dan revitalisasi prasarana sumber daya air secara terpadu dengan konsep naturalisasi.
Apa beda normalisasi Normalisasi sendiri merupakan program pengendalian banjir yang dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI lewat Peraturan Daerah (Perda) khusus ibu kota nomor 16 tahun 1999 tentang rencana tata ruang wilayah daerah khusus ibu kota Jakarta.

Dalam Perda tersebut, diamanatkan soal pengendalian banjir dan drainase dengan normalisasi aliran 13 sungai di dalamnya.

Aturan normalisasi kemudian ditegaskan dalam Perda nomor 1 tahun 2012 tentang rencana tata ruang wilayah 2030 dan Perda nomor 1 tahun 2014 tentang rencana detail tata ruang dan peraturan zonasi.

Lewat dua Perda itu ditafsirkan bahwa normalisasi sebagai kebijakan untuk penyediaan alur sungai dengan kapasitas mencukupi untuk menyalurkan air yang berlebih saat curah hujan ekstrem atau tinggi.
Kebijakan itu dilakukan karena kapasitas sungai yang mengecil akibat penyempitan badan sungai, dinding yang rawan longsor, aliran air yang belum dibangun dengan benar, dan penyalahgunaan untuk pemukiman.
Untuk mendukung kebijakan normalisasi itu, pemerintah pusat sejak tahun 2014 diklaim membantu pemprov DKI untuk mengendalikan banjir.
Beberapa di antaranya pemasangan sheetpile atau batu kali (dinding turap) demi mengeraskan dinding sungai, pembangunan tanggul, membangun sodetan hingga memperlebar dalamnya sungai.
Namun, sejak 2017, program kerjasama antar pusat dan ibu kota disebut berhenti karena program normalisasi berganti nama menjadi naturalisasi. Salah satu penyebabnya disebutkan oleh Jokowi lewat akun instagramnya, Kamis (2/1) kemarin.
Menurut Jokowi, pembangunan prasarana pengendalian banjir pada keempat sungai yang telah menjalankan normalisasi terkendala sejak tahun 2017 karena masalah pembebasan lahan. Empat sungai yang dimaksud Jokowi adalah Sungai Ciliwung, Sungai Krukut, Sungai Cakung, dan Sungai Sunter.
Salah satu kasus yang dimaksud Jokowi adalah terhentinya proyek

No comments:

Post a Comment