Cerpen Misteri: Naik Kereta
Sungguh hari yg panjang dan melelahkan. Suasananya sangat sepi ketika aku menunggu kereta sendirian. Saat itu hampir tengah malam, dan sangat gelap di luar sampai aku cuma bisa lihat kakiku saja dan cahaya kecil dari kejauhan.
Untungnya, aku tidak menunggu kereta datang lama. Dengan segera, aku naik ke pintu gerbong ke 2 yg terbuka.
Hanya ada 2 orang pria di gerbong ini, tidak biasa untuk waktu selarut ini. Udara gerbong bercampur bau asap rokok dari pria tua di seberang pintu keluar. Dia sedikit memandangku ketika aku masuk dan mengambil Tempat duduk.
Aku duduk dan melihat pria satunya, duduk di seberang pria tua perokok. Dia hanya berjarak 5 tempat duduk denganku, tetapi wajahnya ditutupi tudung jaketnya, jadi aku agak susah melihat wajahnya. Matanya, aku rasa..aku bisa melihatnya dengan jelas. Yang satu normal, tetapi mata satunya berwarna merah, dimana harusnya berwarna putih dan hitam. Dia kemudian membalas pandanganku, hampir dengan ekspresi yg menyakitkan. Aku tersenyum kepadanya untuk memecah suasana, tapi dia tetap memandangku. Aku melihat keluar jendela, mencoba mengacuhkan pandangannya, tapi aku tetap bisa merasakan pandangan dinginnya kepadaku.
Lampu gerbong mulai berkedip, dan mati untuk sesaat.
"Maaf pak," kata suara di speaker dalam gerbong. "kami akan memperbaikinya di pagi hari, maaf atas ketidaknyamanannya"
Perutku terasa jatuh, dan aku berjuang mengontrol nafasku. Mengingatkanku, tak ada alasan untukku takut dengan gelap, aku adalah pria dewasa, aku adalah..Oh, terima kasih Tuhan. Lampunya menyala lagi.
Aku tidak sadar kalau mataku terpejam. Sedikit menghela nafas, aku membuka mataku untuk melihat pria dengan mata aneh. Ternyata dia sedang menatapku dan tempat duduknya sekarang berjarak 2 kursi denganku. Kemudian mataku beralih melihat si pria tua perokok, ternyata dia tetap di tempat duduknya menyulut rokok lagi dan bersikap seolah tak terjadi apa-apa.
Kereta sedikit berguncang. Aku takut melihat pria bermata merah, aku tidak ingin melihatnya. Aku takut untuk bergerak, bahkan bernafas. Aku mencoba menenangkan diri, semua baik-baik saja. Mungkin aku kelelahan, bahkan mungkin aku hanya paranoid seolah sedang dilihat pria bermata merah padahal tidak.
Lampunya berkedip lagi, dan mati.
Aku menahan nafas, menunggu lampu menyala lagi. Sesaat kemudian, Lampunya menyala. Dan si pria bermata merah sudah duduk di sebelah ku, wajahnya hanya berjarak beberapa inchi dari wajahku.
Aku kaget, dan mundur ke belakang.
“WTF, bung? Kau pikir apa yg sedang kau lakukan???”
Dia tidak merespon. Sebaliknya, si perokok dengan marah berkata "Dengar nak. Jika kau ingin aku tidak merokok, kau cukup berkata dengan sopan kan?"
“Bukan anda, si pria brengsek ini!”
Si perokok memandangku sesaat, kebingungan. "Disini cuma ada kita berdua saja, nak. Kau baik-baik saja?"
Si Pria Bermata Merah tidak bergerak atau merespon, hanya memandangku.
Lampunya berkedip, dan Mati Lagi.
No comments:
Post a Comment