Detik-detik Penyegelan Ruang Dewas TVRI oleh Karyawan.

Karyawan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Televisi Republik Indonesia (TVRI) menyatakan menyegel ruang Dewan Pengawas sesudah Direktur Utara TVRI Helmy Yahya dipecat oleh Dewas.
Salah satu perwakilan karyawan, Agil Samal menyatakan karyawan menerima kabar pemecatan Helmy Yahya itu pada Kamis (16/1) senja dan mereka langsung bertindak.
Agil menyatakan penyegelan yang terjadi pada pukul 18.00 WIB tersebut dilaksanakan sejumlah karyawan secara spontan. Mereka menyegel dengan lakban merah dan tiga kertas bertuliskan "Disegel oleh Karyawan TVRI" supaya tidak merusak pintu.
"Kami enggak bertemu dengan Dewas, satu orang pun. Di dalam terdapat sekretariat yang kami minta tolong untuk keluar, baru kami segel," kata Agil ketika jumpa media di area Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (17/1).
Agil menuliskan ada selama 4.000 dari total 4.800 karyawan TVRI yang tidak setuju dengan pemecatan Helmy. Berdasarkan keterangan dari mereka, Dewas telah beraksi semena-mena, subjektif, dan tidak pernah menyaksikan pencapaian direksi di bawah kepemimpinan Helmy Yahya.
"Dewas LPP TVRI, berniat guna mengerdilkan pulang TVRI. Oleh sebab itu, bareng pernyataan ini kami ucapkan mosi tidak percaya untuk Dewas LPP TVRI," kata Agil.
Agil menyatakan saat ini segel sudah dimulai setelah Anggota Dewas Maryuni Kabul Budiono memohon untuk karyawan supaya mereka dapat kembali. Permohonan tersebut dikabulkan dan segel dimulai sekitar pukul 12:00 WIB, Jumat (17/1).
Karyawan yang tidak setuju terhadap pemecatan Helmy pun meminta tiga pihak untuk menuntaskan masalah ini, yakni Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Mereka cemas masalah dalam tubuh TVRI ini akan memprovokasi tunjangan kinerja atau tukin. Diketahui karyawan TVRI dijadwalkan menemukan tukin terhitung dari Oktober 2018 hingga Desember 2019 yang dijadwalkan bakal dibayarkan secara rapel pada 1 Februari 2020 mendatang.
Tukin ditata dalam Perpres 89/2019 yang diteken Jokowi pada 30 Desember 2019 dan diundangkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pada 31 Desember 2019, jauh sebelum kisruh pemecatan Helmy pada Kamis (16/1) malam.
"Peristiwa ini bakal menghambat perjalanan pembayaran tukin yg telah diteken presiden. Karena dalam Kumpulan Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) TVR baru terdapat 'rumah' untuk menunaikan tunjangan, akan namun masih (nominal angka) kosong," kata Agil.
Berdasarkan keterangan dari Agil bilangan angka yang masih kosong mesti diamini oleh Dirut definitif, tidak dapat disetujui oleh penyelenggara tugas Dirut. Dengan begitu, karyawan mesti menantikan Dirut yang sah berhubungan kepastian angka dan membuka kesempatan pencairan tukin memjadi lebih lama.
"Belum lagi andai proses pemberhentian ini terdapat perlawanan dari pak Helmy ke masalah hukum, maka sekitar masih proses hukum, belum dapat mengusung Dirut baru," kata Agil.
No comments:
Post a Comment