Perdagangan Kayu Bajakah Marak, Pengiriman Luar Daerah Diperketat
TEMPO.CO, Palangka Raya - Perdagangan kayu bajakah yang dapat dimanfaatkan untuk menyembuhkan penyakit kanker saat ini semakin marak dan mengancam kerusakan hutan.
Untuk mengantisipasinya, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah meminta agar perdagangan antarpulau diperketat. "Kami sudah membuat surat edaran kepada instansi terkait agar memperketat pengiriman kayu ini ke luar daerah," ujar Sekretaris Daerah Kalimantan Tengah Fahrizal Fitri di sela peringatan HUT RI di Palangka Raya, Sabtu, 17 Agustus 2019.
Menurutnya, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah sudah diminta untuk benar-benar mengawasi peredaran kayu bajakah ini. "Karena ini merupakan tumbuhan hutan, jadi kita minta agar mereka (BKSDA) melakukan pengawasan yang ketat," katanya.
Selain BKSDA, instansi lain yang juga diminta untuk melakukan pengawasan adalah Angkasa Pura II sebagai pengelola Bandara Cilik Riwut Palangka Raya, dan juga Balai Karantina Pertanian. "Jadi di mana titik-titik yang dimungkinkan adanya pergerakan ini kayu bajakah betul-betul diawasi," tegas mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kalteng itu.
Terkait obat kanker dari kayu bajakah, Fahrizal mengatakan saat ini masih pada tahap penelitian untuk binatang tikus dan ke depannya pemerintah akan melakukan pengembangan terhadap kayu bajakah ini. "Kami akan kembangkan hingga layak nuntuk dikonsumsi sebagai obat," ujarnya.
Untuk diketahui, saat ini kayu bajakah yang dijual di pasaran harganya bervariasi, mulai dari harga Rp 50 ribu per tiga batang ukuran 50 cm, hingga harga Rp 150 ribu ukuran 1 meter.
Tujuan pembeliannya juga bervariasi, mulai untuk dikonsumsi sendiri hingga adanya permintaan dari luar daerah seperti Jawa dan Sumatera.
Derry, warga Jalan Rajawali yang ditemui saat tengah membeli kayu bajakah, mengatakan ia membeli kayu ini bukan untuk dikonsumsi sendiri melainkan untuk dikirim ke Jakarta dengan harga Rp 150 ribu per tiga batang ukuran sekitar 50 cm. "Maklum lagi booming dan ada kawan yang minta," ujarnya.
No comments:
Post a Comment