Mama Terkena HIV Setelah Papa Lebih Memilih Pergi untuk Wanita Lain

Disclaimer: Cerita ini hanyalah fiksi
Papa adalah seorang arsitek yang cukup terkenal di kotaku. Meski bisa membelikan apa pun yang anak-anaknya inginkan tetapi aku dan ketiga kakakku tidak pernah diberikan uang secara instan. Kami harus melakukan pekerjaan rumah atau menjual sesuatu ke papa untuk mendapatkan uang dan semua itu dilakukan sejak kami masih kecil.
Keluargaku selalu menjadi panutan bagi kerabat kami. Mereka bilang papa adalah pria terbaik dan mama menjadi wanita tercantik. Wajar saja banyak statement seperti itu karena kota yang kami tinggali cukup kecil. Keluargaku dipandang sebagai keluarga yang sangat harmonis dan menjadi impian semua orang.
Hampir tidak pernah aku dan ketiga kakakku melihat mereka bertengkar hebat sampai merugikan anak-anaknya. Meski kami tahu yang namanya rumah tangga tidak mungkin tidak ada selisih paham apalagi untuk usia pernikahan puluhan tahun. Kami sebagai anak-anaknya hanya bersyukur kalau mereka tidak menunjukkannya karena mungkin itu akan berdampak pada tumbuh-kembang kami.
Keharmonisan yang dilihat oleh orang-orang di luar sana ternyata tidak bertahan lama. Semua bermula ketika kakak perempuanku satu-satunya berada di kamar mama untuk menenangkannya. Aku yang saat itu baru pulang kuliah pun kebingungan dengan apa yang terjadi. Hanya ada kedua abang dan kakak perempuanku yang menenangkan mama, tidak ada papa di sana.
Mama menangis tanpa suara dan aku tahu apa pun yang terjadi itu pasti sangat menyakitkan. Belum ada penjelasan yang keluar dari mulut mama dan kami menunggu sampai ia tenang kemudian siap menceritakan semuanya. Berselang beberapa menit mama terdiam dan kami sudah duduk mengelilinginya, mama terlihat bingung mencari awal untuk menceritakan apa yang terjadi.
Kami tetap menunggu sampai akhirnya mama buka suara. “Selama ini papa memiliki wanita lain” ucapnya tiba-tiba, kami berempat terkejut dan hanya saling bertatapan tanpa mengomentari apa pun. Mama bercerita kalau papa dan perempuan ini sudah menjalin hubungan selama dua tahun terakhir, awalnya mama hanya diam karena berpikir kalau papa hanya bosan setelah sekian lama menikah.
“Mungkin hanya sekadar chat” pikir mama saat itu, namun seiring berjalannya waktu papa menjadi jarang pulang ke rumah dan sering kali berbohong tentang uang yang diterima dari hasil proyeknya. Selama satu tahun terakhir mama berusaha untuk mencari semua bukti tentang perselingkuhan papa termasuk bukti transfer uang proyek yang langsung dikirim ke rekening wanita itu.
Baru hari ini ternyata wanita itu mengirimkan pesan pada mama yang berisikan foto mesra mereka tanpa busana di sebuah kamar. Melihat isi pesan itu mama berteriak histeris yang membuat semua kakakku datang menghampirinya ke dalam kamar. Kami berempat mulai geram dan mama kembali menangis. Kami diperlihatkan semua bukti kalau papa berselingkuh dengan wanita itu, termasuk foto-foto vulgar mereka.
Abangku yang pertama menanggapinya dengan diam, tetapi abang keduaku yang terus mencaci maki papa, sedangkan kakak perempuanku menangis dipelukan mama. Mama melanjutkan ceritanya kalau ia sudah berhasil mendapatkan semua informasi tentang wanita itu, mulai dari alamat rumah, nomor kontak kakak perempuannya, sampai ke nomor orang tuanya. Entah bagaimana cara mama mendapatkan semua informasi itu.
Mulanya abang pertamaku menelepon orang yang mengirimkan foto-foto vulgar itu dengan nomor pribadinya. Ternyata wanita itu sendiri yang mengangkat telepon, mulanya abangku berbicara dengan nada datar dan bertanya mengapa ia mengirimkan foto-foto tersebut. Namun si wanita itu mulai memanaskan keadaan, ia memaki abangku dan mengatakan kalau papa tidak mencintai keluarga kami.
Semula abang hanya mendengarkan si wanita itu berbicara, namun tiba-tiba ia membentaknya seketika sambungan telepon itu putus dan nomornya sudah tidak bisa lagi dihubungi. Kakak perempuanku mulai menghubungi nomor orang tuanya tetapi tidak diangkat dan mulai menelepon kakak perempuannya. Hanya beberapa kali bunyi dering yang terdengar kemudian disambut dengan suara wanita di seberang sana. Suaranya sangat lembut dan ramah, ia memberikan informasi yang jelas dan membenarkan kalau wanita itu adalah adiknya.
Kakak perempuanku lalu menjelaskan keadaan sebenarnya dan betapa herannya kami kalau ia justru terkejut dengan kabar yang disampaikan. Wanita di seberang sana mengatakan kalau sempat bertemu beberapa kali dengan papa dan dikatakan kalau papa adalah seorang duda tanpa anak. Itulah yang membuat wanita di seberang telepon itu terkejut kalau ternyata papa masih menikah dan memiliki empat anak. Ia berjanji akan membicarakan masalah ini dengan wanita selingkuhan papa secepatnya.
Setelah menutup telepon itu, mama menunjukkan beberapa bukti transfer ke rekening wanita itu yang bernominalkan ratusan juta. Seketika kami merasa iri dengan selingkuhannya karena semudah itu mendapatkan uang dari papa dalam jumlah sangat besar. Mama terlihat sangat lesu dan pucat, ia hanya bisa menunduk dan menangis karena mendapat perlakuan tidak pantas dari orang lain.
Hatiku sangat hancur melihat mama yang selama ini kuhormati kini sedang dilecehkan oleh orang lain. Kakak perempuanku menelepon papa, mulanya tidak ada respons tetapi setelah menunggu beberapa lama papa mengangkat teleponnya. Kakakku mulai bertanya tentang perselingkuhan itu tetapi papa diam saja, semakin lama kakakku terbawa emosi dan mulai mengeluarkan apa yang ada di dalam hatinya. Semua bukti dilontarkan olehnya tetapi papa tetap bungkam, papa hanya mendengarkan kakakku meracau dan mengutarakan kekecewaannya.
Aku dan kedua kakakku tidak berani untuk berbicara pada papa karena takut kami tidak bisa mengontrol emosi. Tak lama kemudian, papa menutup teleponnya. Kakakku terduduk dan menangis, kemudian disusul tangisan dari mama. Kami para lelaki hanya berusaha menenangkan mereka berdua dan meminta asisten rumah tangga membuatkan minuman hangat. Semua kejadian itu disaksikan oleh para pekerja yang ada di rumah kami, jelas sekali terdengar mereka saling berbisik membicarakan permasalahan ini.
Hingga larut malam kami menunggu tetapi papa tak kunjung pulang. Keesokan harinya mama mulai mengurung diri di kamar dan berubah menjadi pendiam. Tak biasanya suasana di rumah kami tegang dan memanas, semua orang di rumah sibuk dengan pikiran juga perasaan masing-masing. Aku sangat yakin kalau ini bukanlah salah mama, aku tahu betul bagaimana cara mama memerlakukan papa. Ia akan terbangun saat mendengar deru mesin papa dan bergegas membuatkan makan malam dan mengurus segala keperluan papa.
Buatku mama adalah panutan agar kelak aku bisa mendapatkan istri seperti dirinya. Sudah hampir empat bulan setelah kejadian itu papa tidak kembali ke rumah dan kami pun tidak mendengar kabar tentangnya. Aku sangat rindu berkumpul di ruang keluarga dan melontarkan lelucon yang membuat kami semua tertawa terbahak-bahak. Meski terkesan tega tetapi papa adalah orang yang sangat bijaksana, ia selalu memenuhi kebutuhan dan mengobrol tentang apa pun yang kami alami. Tak ada jarak yang jauh antara papa dan anak-anaknya.
Aku bersyukur ketiga kakakku masih sendiri dan sudah memiliki pekerjaan yang mapan sehingga bisa membantu membiayai kebutuhan rumah. Mama tetap mengurung diri di dalam kamar dan sesekali kami menariknya keluar untuk berbicara dengan kami. Tetapi saat mama keluar dan kumpul seperti biasanya, mama menangis karena teringat dengan papa. Seketika suasana menjadi tidak enak dan kami pun terdiam, berulang kali abangku meminta mama melupakan papa dan menceraikannya tetapi mama tidak mau.
“Wanita itu tidak akan bertahan lama, papa akan kembali” jawabnya saat abangku meminta mama meninggalkan papa. Hancur hati kami melihat cinta mama yang begitu besar untuk papa, mama selalu berkata agar kami tidak membencinya. Mama terus meyakinkan itu hingga akhirnya mama jatuh sakit dan ketika dirawat barulah kami tahu kalau selama ini mama mengidap HIV AIDS. Mama mengatakan kalau selama ini ia selalu pergi ke rumah sakit dan meyakinkan diri kalau papa ada main dengan wanita lain.
Mama mengetahui perselingkuhan papa setelah dirinya tahu kalau ia terkena HIV AIDS dan barulah ia mencari tahu semua bukti untuk lebih meyakinkan dirinya. Penyakit mama membuat pukulan baru di hidup kami, jika mama mengidap penyakit itu pastilah papa juga. Mama tidak mau bercerai karena ingin terus bersama papa sampai akhir hidupnya, aku dan kedua abangku disuruh mama untuk mencari papa. Tetapi sekeras apa pun kami mencari dan menghubungi ponselnya, papa tetap tidak bisa ditemukan. Papa seolah menghilang bak ditelan oleh bumi.
Suatu malam abangku mendapat kabar kalau kondisi mama sudah kritis dan di sisi lain kakak perempuanku terus menghubungi banyak teman papa untuk mencari tahu keberadaannya. Malam itu kami semua panik karena harus menghadapi situasi mama yang semakin kritis dan mengkhawatirkan kondisi papa. Ketiga kakakku harus bekerja lembur untuk membiayai rumah sakit yang tentu saja tidak murah dan juga kebutuhan rumah kami.
Aku terpaksa harus mencari beberapa kerja paruh waktu untuk ikut membantu mereka. Kondisi keuangan kami semakin menurun dan beberapa asisten rumah tangga diberhentikan karena kami sudah tidak mampu membayar mereka. Semakin hari kondisi mama semakin kritis dan papa masih tidak ditemukan, semula kami memang membencinya tetapi saat tahu kalau papa juga sedang menderita penyakit serupa semua itu berubah menjadi kekhawatiran.
Sampai mama meninggal, kami masih belum menemukan di mana papa berada. Entah ia masih hidup atau tidak, kami tidak tahu. Setelah kepergian mama, kami masih harus bekerja keras untuk menutupi hutang saat mama masih berada di rumah sakit. Beruntung semua itu sudah terlewati dengan baik selama tiga tahun dan selama itu kami sudah tidak lagi memiliki pekerja yang membantu kami di rumah. Semua pekerjaan rumah berusaha kami kerjakan sendiri demi menekan biaya hidup.
Rumah itu perlahan ditinggalkan karena semua kakakku harus memiliki keluarga masing-masing dan menjalankan kehidupannya. Hanya aku yang masih tinggal di sini dan menunggu sampai papa kembali ke rumah. Semenjak kejadian itu, kami berusaha sekuat tenaga untuk saling membantu terutama masalah finansial, aku pun harus menyelesaikan studiku dengan susah payah karena keterbatasan biaya.
No comments:
Post a Comment