Kisah Kelam PSK India: Pelacuran, Sakit, dan Kehilangan.

"Ketika kesatu kali saya masuk ke dunia ini, lain dengan gadis-gadis lain, saya tidak melawan," kata Rekha, seorang pekerja tuna susila (psk) di India. Air mata mengalir ke pipinya.
"Gadis-gadis beda yang mengupayakan melarikan diri atau tidak berkolaborasi akan dipukuli oleh kotha maliks (pemilik lokasi tinggal bordil) seakan-akan mereka bukan manusia."
Rekha punya dalil lain kenapa dia memilih guna menurut keterangan dari dan tak melarikan diri. Dia tak menemukan teknik untuk lari dari kehidupannya sebagai pekerja seks.
"Ada sungai api di satu sisi dan lokasi tidur duri di sisi lainnya. Ke mana saya bakal lari?"
Rekha ialah salah satu pekerja seksual di Garstin Bastion Road atau GB Road, reruntuhan kota tua Shahjahanabad di New Delhi. Kawasan ini ialah salah satu area 'lampu merah' terbesar di India. Ada selama 100 lokasi tinggal bordil dengan lantai kumuh di pinggir jalan.
Di sini terdapat lebih dari 5.000 psk yang bekerja di red light district ini, salah satunya Rekha. Tapi Rekha bekerja di lokasi tinggal bordil yang terdapat di bangunan guna wanita yang lebih tua, di atas 45 tahun.
Rekha sendiri punya format wajah laksana almond dengan lipstik yang berwarna cokelat kemerahan. Hidungnya 'tajam' dan rambutnya berminyak bercabang tengah. Wajahnya cantik, namun giginya patah.
"Hidup saya lebih buruk dari anjing," kata dia dilansir dari SCMP.
"Kadang saya beranggapan mereka (anjing) bakal punya kehidupan yang lebih baik dari saya. Apa yang bakal saya katakan? Dunia lokasi saya hidup, bertolak belakang dengan dunia Anda. Kita punya dewa dan setan yang berbeda."
Hidupnya bukan miris semenjak dewasa, tapi semenjak usia 14 tahun, Rekha dilecehkan secara seksual oleh tetangga yang berusia 12 tahun lebih tua darinya. Ayah Rekha, petani di negara unsur Andhra Pradesh marah saat tahu anaknya diperkosa.
"Ayah mencambuk saya tiap malam hingga saya kehilangan kesadaran," katanya.
"Dia mulai minum (minuman keras), dan saat tak dapat lagi membayar, dia memasarkan saya ke penjaga toko untuk sejumlah botol alkohol lainnya."
Hidupnya hancur. Namun laksana ribuan psk lainnya, Rekha sudah menguras bertahun-tahun di dunia pelacuran yang gelap. Sebelumnya datang ke Delhi, dia pernah bekerja di Kalkuta.
Sulit guna lepas dari dunia hitam pelacuran, kata Rekha. Dia tak pernah sekolah, tak dapat baca dan tulis, usianya telah 47 tahun. Sulit untuknya menggali pekerjaan alternatif. Selain tersebut dia punya seorang anak berusia lima tahun yang mesti dibiayai.
Saat dia muda, dia dapat mendapatkan 10 ribu-15 ribu rupee sebulan. Tapi ceritanya bertolak belakang karena dia telah lebih tua. Saat ini dia punya pendapatan 5 ribu-6 ribu rupee sebulan.
"Pria suka tubuh perawan muda dengan payudara yang masih kencang, bukan perempuan tua dengan payudara kendur dan berkerut," ucapnya.
Untuk sekali kegiatan seksual, tarifnya 200 rupee atau selama 40 ribu rupiah per klien, tapi guna pelanggan tetap dia menurunkannya jadi 150 rupee. Setengah dari jumlahnya untuk empunya rumah bordil.
Rekha dan wanita lainnya barangkali bingung ke mana mesti mengadu. Pasalnya menjadi psk bukanlah urusan yang ilegal, namun punya lokasi tinggal bordil atau tepat komersialisasi seks ialah pelanggaran hukum. Dengan aturan ini, lokasi tinggal bordil GB Road dapat ditutup kapan saja, namun pemerintah India sejauh ini dirasakan masih tutup mata.
Dalam suatu laporan yang oleh kesebelasan peneliti memutuskan bahwa pekerja seks, baik secara sukarela atau hasil perniagaan manusia ialah konsekuensi langsung dari kemiskinan dan ketidaksetaraan sosial yang berlaku di masyarakat.
No comments:
Post a Comment